Sabtu, 06 April 2013

Kalian Apakan Perempuan Kami?

Pada tanggal 4-15 Maret 2013 Komisi Perempuan PBB mengadakan semacam kongres tahunan yang bertujuan mengevaluasi negara-negara tentang perempuan dan anak dalam sebuah Piagam kesepakatan yang biasanya diperbaharui setiap tahunnya.


Untuk diketahui bahwa ternyata piagam kesepakatan itu justru tidak menghormati agama dan budaya terlebih terhadap hak perempuan dan anak yang menurut mereka harus disejajarkan dengan laki-laki dalam peran dan penetapan hukum. Seperti halnya “Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Gadis”, mungkin kita akan berfikir bahwa hal itu sudah seharusnya, namun ternyata dibalik tema itu Komisi Perempuan PBB justru menyingkirkan fitrah dari seorang perempuan sebagaimana Islam mengusung fitrah sebagai sebuah anugrah untuk kaum wanita.


Menganggap peran perempuan sebagaiseorang ibu merupakan peran pemiskinan terhadap perempuan karena tidak mendapatkan upah dari pekerjaan mereka sebagai ibu rumah tangga, merupakan salah satu Konvesi yang diusung oleh mereka, padahal islam menjelaskan begitu pentingnya peranan seorang ibu dalam memajukan sebuah keluarga. Ibu adalah madrasah untuk keluarganya, untuk anak-anaknya. Jadi apakah kekayaan seorang ibu yang diberikan kepada anaknya dalam bentuk kasih sayang dan ilmu harus dibayar pula dengan upah berupa uang? Tentu sebagai muslimah kita hanya ingin dibayar dengan upah pahala dan ridho-Nya. Apalagi kalau sampai dianggap bahwa hal ini bentuk kekerasan terhadap perempuan yang tidak boleh ada di muka bumi, lalu apa yang akan anak-anak kita contoh kelak jika untuk memberikan kasih sayang saja harus diberi upah berupa uang.


Bukan hanya peran perempuan sebagai seorang ibu saja yang menjadi sorotan Komisi Perempuan PBB, juga persetujuan suami jika istri hendak keluar rumah, pemakaian alat kontrasepsi serta hak memiliki anak yang harus lewat ijin suami adalah hal yang harus dihapuskan. Jadi menurut mereka, hak sebagai seorang perempuan jika ia ingin berpergian, memakai alat kontrasepsi atau tidak ingin memiliki anak, tanpa harus ada campur tangan pihak suami untuk meminta ijinnya. Bebas, itulah yang mereka inginkan sebenar-benarnya dan tentu saja mengaburkan keislaman terhadap perempuan-perempuan yang mendukung bentuk-bentuk feminisme.


Ingatkah kita, bahwa
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumah kecuali dengan izin suaminya.” Beliau juga berkata, “Bila si istri keluar rumah suami tanpa izinnya berarti ia telah berbuat nusyuz (pembangkangan), bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, serta pantas mendapatkan siksa.” (Majmu’ Al-Fatawa)


Begitupun ketika Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Daud bahwa jika beliau berhak memerintah seorang manusia bersujud tehadap orang lain, ia adalah istri terhadap suaminya. Tidaklah kita sadari penghancuran muslimah secara perlahan dengan mengobrak-abrik keinginan sebagai seorang manusia yakni kebebasan, tapi sayangnya kebebasan yang menjauhkan dari agamanya.


Dan yang paling menyesakkan dalam Konvesi yang diusung mereka adalah ketika suami meminta haknya pada sang istri. Jika Istri menolak, maka suami harus rela tidak menyentuhnya sedikitpun. Apabila aturan itu dilanggar dalam artian suami menyentuhnya, maka hal itu dianggap sebagai pemerkosaan dalam rumah tangga karena dianggap sebagai kekerasan seksual. Hal yang sungguh tidak masuk akal, bagaimana mungkin hubungan legal dan menjadi hak suami bisa menjadi kekejaman bagi mereka. Bukankah mereka ingin kesamaan hak dalam rumah tangga? Lalu mengapa mereka menjauhkan hak yang legal bagi laki-laki?


Sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436).


Jelaslah sudah, mereka ingin agar kaum muslimah jauh dari agamanya, jauh dari islam dengan memunculkan isu-isu yang sebagian kaum wanita inginkan. Ketika seorang istri lelah setelah seharian bekerja lalu suami meminta haknya, maka ketika sang istri menolak tetapi suami masih menyentuhnya, istri boleh mengadukannya pada hukum dengan dalih pemerkosaan. Sebagian wanita mungkin menginginkan hal ini, tapi untuk kaum muslimah tentu saja ini penghancuran.


Komisi Perempuan PBB dengan jelas tengah memperjuangkan kemungkaran terhadap perempuan khususnya para muslimah. Tak ada lagi kesamaan yang ada adalah keegoisan perempuan karena merasa haknya dirampas, padahal keegoisan inilah yang justru meruntuhkan mereka sendiri karena Allah berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS. An Nisa’: 34).


Kalian apakan perempuan kami?


Kalian sentuh mereka atas nama kepedulian, tapi mengoyak kecintaan mereka pada suami dan anak-anak mereka dengan janji-janji buta tanpa makna. Terlihat menggiurkan tapi membuat mereka keracunan saat menyentuhnya.


Kalian apakan perempuan kami?


Kalian percikkan kebebasan atas nama kemanusiaan, tapi menghancurkan kasih sayang mereka terhadap keluarganya.  Tak ada lagi cinta, tak ada lagi sayang, yang ada hanyalah sebatas dunia dan materi. Kegembiraan yang memabukkan namun sesaat.


Kalian apakan perempuan kami?


Kalian rampas fitrah mereka atas nama kecintaan, tapi menyobek dinding keyakinan mereka. Kalian jauhkan mereka dari kepercayaan, kepedulian dan harapan. Tak peduli apa yang mereka rasa, tak kalian rasa apa yang mereka pedulikan, yang ada hanya keegoisan karena merasa terendahkan.


Namun tahukah kalian, perempuan kami tak akan pernah tertindas, terampas apalagi menginginkan apa yang kalian hendaki. Kami perempuan muslimah sudah memiliki ketaatan pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan kitab-Nya, dan kami patuh terhadap Rasulullah dengan sunnahnya. Tak ada lagi yang harus kami sanggupi, karena semua sudah terjamin oleh Allah dan Rasul-Nya. Tidak pula dari kalian!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar