Jumat, 04 Februari 2011

Tangismu, Emak !!!

Bismillahirrahmanirrahim..


" Aku gak bisa kalo Emak tinggal dirumahku mas. Kerjaanku cuma jadi tukang ojek, gak kayak mas Edy yang jadi PNS " Kata Rahmat.


" Emak pengennya sama kamu Mat. Emak kan juga udah bilang, gak apa-apa asalkan sama kamu disini. Emak gak mau pindah keluar kota ikut aku, emak udah terbiasa hidup disini" Kataku.


" Aku keberatan mas, maaf. Buat hidup aku dan anak-anak aja penghasilan ojeknya gak mencukupi. Masa mau ditambahi sama Emak " Istri Rahmat ikut berbicara.


" Yaa Allah Na, rejeki tiap orang kan udah dikasih. Gak perlu takut " Kataku, sedangkan Istriku hanya membisu.


Dipintu kamar, seseorang sedang terisak mendengarkan percakapan mereka. Emak merasa hanya menjadi beban anak-anaknya.


Percakapan yang alot tetap tak merubah keputusan Rahmat dan istrinya, tak mau emak tinggal bersama mereka. Maka emak pun dengan berat hati meninggalkan kampung halamannya, meninggalkan saudara-saudaranya, meninggalkan orang-orang yang sudah akrab dengannya layaknya saudara baginya, dan yang paling berat meninggalkan anak kesayangannya.


" Emak, maaf ya. Edy gak bisa bujuk Rahmat " Kataku.


" Ndak apa-apa Nak. Mungkin Rahmat udah bisa menimbang baik buruknya kalo emak tinggal bersama mereka " Kata Emak.


" Kami harap Emak bisa betah dirumah kami nanti " Kata Istriku, disambut senyum oleh Emak.


Dengan penuh keikhlasan, Emak menjalani kehidupan barunya di kampung yang sangat baru sekali dikenal olehnya. Bersama anak, menantu dan cucunya, Emak masih sangat menikmati kebersamaan itu. Sampai suatu ketika, aku mendapatkan kabar mengejutkan dari kampung. Mau tak mau aku harus memberitahukan Emak.


" Emak pokonya pengen berangkat sekarang juga kesana " Kata Emak diselangi isak tangis.


" Ini udah malam Mak, gak ada pesawat berangkat jam segini. Insyaallah besok pagi-pagi sekali kita berangkat kesana" Kataku.


Emak hanya bisa menangis, tanpa mampu berbuat apapun karna memang keadaan gak memungkinkan.


" Na, Rahmat kenapa ? Kok dia bisa sampai seperti ini " Kataku.


" Dia itu kalo dibilangin susah Mas, udah tahu punya penyakit darah tinggi masih aja gak mau jaga diri " Kata istrinya Rahmat.


Kami menatap tubuh Rahmat yang terbujur di ranjang Rumah Sakit, untuk berbicara pun Rahmat teramat sulit hanya air matanya yang sekali kali diseka oleh Emak.


Tiba dikontrakan Rahmat, terasa sangat sepi. Tak ada polah anaknya Rahmat atau pun istrinya Rahmat yang menyambut kami. Aku pun bertanya-tanya dalam hati begitupun Emak yang merasa heran.


" Assalamua'laikum " Emak memulai pembicaraan telpon dengan istrinya Rahmat.


" Apa Ndak bisa nunggu sampai Rahmat sembuh Nak " Kembali terdengar suara Emak yang bergetar. Aku mengerutkan dahi, ada apa ini.


" Yaa sudah Nak, kamu hati-hati dijalan " Emak pun menutup telponnya dengan salam dan tetesan air mata. Aku langsung menyerbu Emak dengan pertanyaan. Emak hanya menggeleng-gelengkan kepala.


Sampai aku tahu kalo istrinya Rahmat meninggalkan rumah dan akan menggugat cerai.


Aku melihat Emak sedang mengelap semua bagian tubuh Rahmat, bahkan membersihkan kotorannya sekalipun. Sedangkan aku justru meninggalkan kamar ketika Emak membersihkan kotorannya, tak ada yang mau kecuali Emak.


Bahkan disetiap sujud malamnya, aku sering mendengarnya terisak. Meminta kesembuhan anak kesayangannya. Ketika aku harus pulang ke kota tempat ku bekerja, Emak menolak ikut. Bahkan ketika aku mengijinkan Rahmat untuk ikut bersama, Emak tetap menolak. Emak tak pernah ingin merepotkan ku dan tetap ingin menjaga Rahmat.


Kini ku sadari, betapa dalam tiap tetes air matanya ada doa kasih sayangnya pada kami. Dalam tiap tetes air matanya, ada keikhlasan dalam menjaga kami. Dalam tiap tetes air matanya, ada cinta yang sangat dalam untuk menjaga amanah yang Dia berikan padanya.


Emak, ku ingin air matamu tak tumpah lagi namun ku tahu tak ada yang bisa menghentikan air matamu saat bersujud padaNya.


Wallahu a'lam bish shawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar