Selasa, 01 Februari 2011

Sepotong Roti

Bismillahirrahmanirrahim..


Aku berjalan diselimuti awan panas siang ini, roti-roti yang aku tawarkan pun baru 3 buah yang terjual. Rasa letih membuat aku tertatih-tatih saat menjual roti ini. Tapi kalo aku tidak bisa menjual roti ini, ayah, ibu dan adik-adikku tak bisa makan.


Aku putuskan untuk mencari tempat berteduh, ingin ku mendudukkan diriku untuk melepas lelah. Aku melihat sebuah pohon besar yang rindang, aku segera menuju kesana.  Disana sudah ada seorang anak dengan pakaian lusuh, aku duduk tak jauh darinya.


Aku mendengar anak tadi menangis. Penasaran juga aku dibuatnya.


“ Kamu kenapa ? “ Kataku mulai menyapa.


“ Aku lapar “ Katanya.


Aku pun segera mengambil sepotong roti jualanku.


“ Ini, ambillah “


Dia segara meraih roti pemberianku. Dimakannya dengan lahap. Aku tersenyum dibuatnya.


“ Kamu mau lagi ? “ Kataku.


Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.


“ Berapa aku harus membayar roti ini Mbak ? “ Katanya.


“ Ndak usah dibayar, kata ibuku kalo mau memberikan kebaikan ndak perlu mengharap balasan. Aku ndak mau nuntut balasan buat kebaikanku “ Aku tersenyum padanya, dia pun membalas senyumanku.


Aku kini telah menikah, walapun kemiskinan masih saja menjerat kehidupanku. Aku masih berdagang roti, hanya roti-roti ini lah yang menjadi warisan ibuku. Aku mampu membuatnya sama seperti buatan ibu. Dari hasil roti ini lah aku bisa mencukupi kebutuhan keluargaku, termasuk untuk ketiga anakku yang masih kecil.


Tapi beberapa hari ini aku tak sanggup untuk berjualan, sakit yang aku derita membuatku hanya mampu berbaring. Sering kali aku tak mampu bernafas, maka suamiku berinisiatif membawaku ke Rumah Sakit. Walaupun aku sempat menolak, karna aku tak tahu dapat uang dari mana untuk membayar Rumah Sakit yang pasti tak akan sedikit.


Seorang Dokter Muda, cantik, berjilbab putih yang serasi dengan seragam Dokternya. Dia memeriksaku, tapi anehnya ketika pertama kali bertemu dia seakan terkejut melihatku.


“ Ibu penjual roti keliling ya ? “ Katanya disela pemeriksaan terhadapku.


“ Iya Bu “ Kataku mengangguk.


Lalu Dokter  tadi menyuruh perawat untuk merawat aku dengan baik. Ternyata aku harus dioprasi. Maka tertunduklah aku, makin bingung kemana aku harus mencari uang membayar ini semua.


Oprasi pun selesai, tiga hari kemudian aku dinyatakan sembuh.  Dokter menyuruhku untuk kontrol secara rutin. Aku pun makin bimbang ketika suamiku harus membayar tagihan Rumah Sakit yang aku pastikan tidak sedikit.


Suamiku datang padaku dengan mimik keheranan. Sudah ku duga dia tak mampu membayarnya. Hatiku makin tak karuan ketika dia menyerahkan sebuah Map Tagihan kepadaku. Aku takut membukanya, tapi aku harus membukanya.


“ 15 juta “ Aku terkejut membacanya.


Namun suamiku menunjukkan stemple LUNAS diselembaran tagihan. Lalu dia menunjukkan tulisan dipojok kanan atas.


TELAH TERBAYAR LUNAS DENGAN SEPOTONG ROTI


Aku terkejut siapa yang membayar ini. Aku pun bertanya kepada suamiku.


“ Siapa yang membayar ini semua “


“ Katanya Dr. Wulandari “


Dia dokter yang merawatku selama disini. Butiran mutiara keluar deras dari mataku, aku tersedu.


“ Ada apa ? “ Kata suamiku. Aku tak mampu menjawabnya, hanya rasa syukur yang ku panjatkan padaNya.


Terimakasih Yaa Robb, janjiMu selalu benar dan Kau buktikan padaku hari ini.


Wallahu a’lam bish Shawwab.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar