Sabtu, 18 Februari 2012

Ijinkan Aku Membagi Dunia Kita Dengannya, Suamiku!



Bismillahirrahmanirrahim...

“Akhwat tadi lho cantik yaa by, yang lewat tadi lho.” Aku mencolek suamiku yang sedang khusyuk di depan layar komputer.

“Mana?” langsung celingukan, tapi yang dicari sudah jauh mengayuh sepedahnya.

“Udah lewat”, kataku cuek.

“Waah...bisa tuh mi?” Suami menggodaku.

“Bisa apa?”

“Jadi yang kedua,” sambil cengengesan cuek kembali lagi ke layar komputer.

“Mau? Boleh, ntar aku coba cari yang tadi anak mana, tiap pagi juga lewat sini.”

“hahahah...” suami tertawa begitu lebar sambil mengelus kepalaku.

“Bukan nggak mau mi, tapi nggak sanggup. Belum berani lah, nanti aja kalo udah berani,” lanjutnya lagi.

Percakapan seperti ini bukan sekali dua kali aku lakukan dengan suami, sudah sering kali bahkan dihadapan mertua pun pernah dan sudah dipastikan suami dilarang keras. Walaupun pada awalnya aku dan suami hanyalah bercanda, namun suami juga tahu bahwa aku sangat serius bila dia mau menikah lagi, aku nggak akan melarangnya dan aku yang akan mencarikannya.

Wow? Hebat? Nggak tuh, apanya yang hebat kalo aku memang nggak akan melarang apa yang Allah bolehkan, toh memang Allah nggak mengharamkan asalkan suami mampu kan? Tapi dia bilang punya keberanian pun nggak, padahal sama sekali aku nggak akan menolaknya jika suatu saat tiba-tiba dia pulang ke rumah lalu memintaku melamarkan seseorang. Aku sudah siap , sudah ku siapkan hati dan pikiranku jauu....h sebelum suamiku untuk pertama kalinya menggodaku untuk dicarikan yang ke dua. Karena aku sadar, ada atupun nggak ada toh aku memang harus siap.

Kok gitu sih? Aku juga nggak tahu kenapa aku begitu nekat ingin memulai badai yang semua wanita sangat menjauhinya. Aku juga nggak paham aku begitu berani menantangnya dimana kebanyakan wanita begitu berani menentangnya. Ya...aku sering bilang ketika aku dan suami asyik berbicara tentang yang kedua, maka aku dengan lantang selalu berkata “ Berani nggak?” seperti bisa aku tebak suami akan bilang,” nggak sekarang, belum siap” artinya suatu saat dia akan siap dan ketika waktu itu tiba aku harus benar-benar siap.

Emang nggak cinta ya sama suami? Kalo ditanya cinta, siapa lagi makhluk dunia yang aku harus tunduk padanya selain Rosulullah? Tentu dia suamiku. Kalo aku nggak cinta, hancurlah akhiratku. Pernikahan tanpa adanya cinta yang terbangun sama saja menghadirkan setetes neraka di dunia. Betapa aku mencintainya sampai aku nggak pernah tahu harus mengungkapkan cintaku mulai dari mana. Apakah seperti itu bukan cinta? Lalu apa? Menurutku ini bukan hanya tentang cinta tapi ini tentang keyakinan.

Emang nggak sakit hati? Wanita mana yang nggak akan sakit hati kalo suaminya berduaan dengan wanita lain kecuali wanita yang nggak punya akal alias gila. Tapi cobalah pahami, kalo yang dipikirkan hanya sakit hati maka sudah nggak ada dunia di dunia ini. Karena yang dipikirkan selalu sakit hati, ibadah terlupakan, uring-uringan tiap hari, seolah-olah nggak ada lagi kebahagiaan. Lupa bahwa hidup ini untuk ibadah, jadi nggak ada lagi dunia di dunia ini, ya kan?

Jadi menurutku, kalo pun suamiku akan menemukan “madunya” aku hanya akan fokus pada ibadahku, bukan karena aku nggak sakit hati tapi dengan fokus dan mengingat ibadahku pada suami dan agama indah ini, aku yakin kok “madu” bukanlah masalah berarti yang harus menjadi tolak ukur sakit hati terbangun kecuali kalo sampai suamiku bermadu tanpa syariat, judul artikel ini harus diganti jadi – Ijinkan aku menjitakmu, suamiku!- (hehe)

Kok yakin banget sih? Aku yakin karena aku yakin dengan keyakinan suamiku. Aku tahu keyakinan suamiku dan aku
sangat percaya padanya bukan semata-mata aku tunduk padanya lalu aku jadi tunduk ketika dia mau “bermadu”,bukan itu. Tapi karena aku yakin ketika dia mampu maka dia benar-benar akan mampu menjalaninya.

So, aku akan berbagi duniaku dimana keluarga yang penuh keindahan, anak-anak yang lucu, dengan seseorang yang entah ada ataupun tak ada, entah dimana berada atau memang tak pernah ada. Tapi ketika waktu itu tiba, ijinkan aku membagi duniaku dengannya, suamiku! :)

Wallahua'alam bish shawwab.

( A.I )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar