Rabu, 30 November 2011

Temani Aku Sejenak

Bismillahirrahmanirrahim..

“Ayah, main mobil-mobilan bareng  aku yuk!”

Seorang anak berlari menghampiri ayahnya yang sedang asyik menerima telpon.

“Sebentar Nak, ayah lagi telpon.”

“Ah...ayah. Ini kan hari libur, telpon terus...telpon terus!”

“Ayah kan lagi sibuk, main sendiri saja!” dengan nada membentak sang ayah menimpali.

Sang anak pun bermain sendiri, meski gurat kesedihan telah ditampakkan pada sang ayah.

Tak terasa waktu terus bergulir, sang anak telah tumbuh dewasa sedangkan sang ayah telah mulai menua.

“Nak, ke rumah ayah ya? Ayah dan ibu kangen sama kamu.” Sang ayah menceritakan kerinduannya untuk bertemu sang anak melalui sambungan telpon.

“Nanti ya yah, kalau aku sudah ada waktu longgar,” sahut sang anak dari sebrang sana.

“Sebentar saja Nak.”

“Iya, nanti pasti aku ke sana, tapi nunggu kalau ada waktu.”

Sambungan telpon pun terputus begitu saja, sang ayah hanya mampu menghela nafas.

“Alhamdulillah, akhirnya kamu ke sini juga Nak,” sebuah senyuman mengembang dari bibir sang ayah.”

Sang anak pun hanya membalasnya dengan sebuah senyuman, lalu kembali dia sibuk dengan HP nya.

“Nak?”

Tak ada jawaban, sang anak masih asyik dengan HP nya. Meskipun raganya ada di sebelah sang ayah.

“Nak?”

“Sebentar  yah, aku lagi sibuk nih!” kata sang anak tanpa rasa bersalah.

“Temani ayah sebentar saja.”

“Aku kan sudah di sini Yah, lagian aku lagi sibuk diganggu terus disuruh ke sini!”

Sang ayah meneteskan air mata, dia menyadari apa yang dia lakukan dulu kini dilakukan sang anak pada dirinya.

***

Kisah di atas harusnya menjadi contoh orang tua masa kini, yang serba sibuk dengan tekhnologi sehingga lupa dengan keadaan orang-orang di sekitarnya. Karena Facebook, anak nangis pun lewat. Karena Twitter, anak minta makan pun cuek. Karena BBM, anak minta main sama-sama pun disuruh minggir.

So, bila suatu saat nanti sikap yang pernah kita perlihatkan pada anak akan dilakukan juga pada kita. Dan ingat, kita tidak berhak protes terhadap apa yang dilakukan anak pada kita, karena anak kita pun tak pernah protes apalagi sampai demo.

Begitu juga kita sebagai anak , karena kesibukan dengan tekhnologi, pulang ke rumah langsung ngurung diri di kamar, cengar cengir nggak jelas, dipanggil orang tua nanti dulu, keluar kamar Cuma mau makan saja itu juga HP selalu dibawa ke mana-mana. Apakah pernah kita memikirkan perasaan orang tua yang ingin ngobrol dengan kita? Ingin merasakan kebersamaan dengan kita?

Tapi kita justru asyik menikmati kebersamaan dengan Facebook, Twitter, BBM yang justru belum tentu dengan orang yang  kita kenal sedekat orang tua kita dengan kita ketika sakit, ketika menimang kita, ketika menggantikan popok kita. Mereka mungkin rindu kebersamaan dengan kita, namun kita lebih rindu kebersamaan dengan jejaring sosial.

Sahabat, jangan sampai kita dianggap orang tua yang durhaka terhadap anak, karena lebih memilih jejaring sosial daripada mengasuh anak-anak kita, menemani mereka bermain, padahal dari tangan kita lah akan muncul generasi-generasi Robbani. Insyaallah.

Kita pun sebagai anak, jangan sampai dianggap anak yang durhaka, seperti maling kundang di jaman modern. Hanya karena sebuah alat tekhnologi penghubung jejaring sosial, kita lupa akan identitas diri sebagai anak. Lupa bahwa masih ada orang tua kita yang butuh di anggap ada oleh anaknya, bukan dikalahkan oleh sebuah bentuk Facebook atau yang lainnya. Padahal dari orang tua lah pintu surga terbuka bagi kita.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Kembalilah kepada orang tuamu dan jadikanlah keduanya tertawa sebagaimana kamu telah menjadikan keduanya menangis.” (HR. Abu Dawud )

Wallahua’lam bish shawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar